Masa remaja merupakan satu periode dalam hidup yang paling penting dalam hal perkembangan self esteem (Santrock,2007 : 183). Menurut Branden (1992: 18) self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan dipertahankan, hal itu mengungkapkan suatu persetujuan atau ketidaksetujuan, dan mengindikasikan sejauh mana seorang individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, sukses, daan berharga. Singkatnya, self esteem adalah penilaian diri tentang kelayakan yang dinyatakan di dalam sikap individu terhadap dirinya (Nur hikmah:2)
Berdasarkan salah satu kasus yang terjadi di SMPN 2 Srandakan, Konseli berinisial NM adalah siswa kelas VII di SMPN 2 Srandakan kabupaten Bantul. Konseli lahir di Yogyakarta, 15 Maret 2011, sekarang berusia 13 tahun. Konseli datang menemui konselor untuk mengutarakan perasaanya atau ingin curhat. Konselor menanggapi hal tersebut dengan baik dan mempersilahkan konseli untuk mengungkapkan kegundahannnya. Kemudian konseli mulai mengungkapkan apa yang dirasakannya. Konseli merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Keadaan keluarganya biasa-biasa saja. Ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta di Yogyakarta dan ibunya sebagai Guru Honorer di Bandung. Mereka tidak hidup satu atap karena ayahnya harus merawat neneknya di Bantul sedangkan ibunya bekerja di Bandung dan mengurusi kedua adiknya yang juga masih bersekolah di Bandung. Adapun permasalahan yang mengganggu konseli yaitu konseli merasa tidak ada teman yang menyukainya, dia merasa rendah diri karena tidak ada yang mau duduk dengannya. Masalah terakhir, dia disindir-sindir teman sekelasnya karena dia sering tidak masuk sekolah karena sakit dan juga beberapa kali tidak ada keterangan. Konseli merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut sehingga pernah terfikirkan untuk pindah sekolah.
Dari kasus tersebut konselor tertarik untuk menggunakan pendekatan cognitive behavior therapy, dengan Teknik restrukturisasi kognitif untuk mengubah pandangan dan pikiran konseli